Wartahot.com, News – Zecky Alatas selaku penasihat hukum terdakwa Anton Fadjar Alogo Siregar meminta Jaksa dan Majelis Hakim untuk menghadirkan saksi direktur teknik atau kepala divisi infrastruktur dan layanan TI A. M Saifei Zein PT Askrindo Mitra Utama (PT.AMU) ke persidangan terkait kasus dugaan korupsi pengeluarn komisi agen secara tidak sah PT Askrindo Mitra Utama pada 2019 – 2020.
Menurutnya, kehadiran M Saifei sangat penting di ruang sidang. Dengan keterangannya maka bisa menimbulkan titik cerah dalam persidangan.
“Lami minta juga kooperatiflah saksi ini, harusnya kan jaksa mempunyai kewenangan, dapat memanggil paksa atas perintah dari ketua pengadilan atau Ketua Majelis,” ucap Zecky usai persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (11/7/2022).
Zecky menambahkan bahwa keterangan saksi M Saifei Zein itu sangat berpengaruh pada dua direksi serta kliennya terdakwa Anton Fajar. Pasalnya, dalam perjanjian kerjasama pemberian komisi 10 persen kepada dua direksi yakni Anton Fajar dan M Saifei Zein.
“Kalau Direktur Teknik tidak tanda tangan dalam Perjanjian PKS tersebut, maka komisi yang 10 persen tidak bisa cair,” tuturnya.
Namun, M Saefei Zein selalu berhalangan sakit lantaran kondisi kesehatannya dan dirawat di luar Jakarta.
“Kalau saksi yang betul-betul bisa ditarik hubungannya, dan menjadi satu bagian rangkaian daripada kasus ini, rangkaian perkara ini, inikan biar ada terang benderang. Kalau kayak seperti ini artinya klien kami dirugikan sepihak,” jelasnya.
“Ya sama-sama menikmati, sedangkan keterangan Saifei Zein ini diperlukan dipengadilan. Ini agar terang benderang. Kalau memang benar atau salah itu urusan belakangan,” paparnya.
Zecku menambahkan saksi M Saefie Zein itu sering tidak hadir dalam persidangan. “ini sudah 2 hingga 3 kali atau mungkin 4 kali dipanggil oleh Jaksa untuk dihadirkan, tidak pernah hadir,” ungkapnya.
Dalam persidangan yang digelar Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat dengan agenda pemeriksaan saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang semula 8 orang saksi namun satunya tidak hadir. Sehingga hanya 7 saksi yang dimintakan keterangannya.
Adapun saksi-saksi yang hadir dari Cabang dan Pemasaran Askrindo yaitu, 1. Adjis (Can. Cikini), 2. Fajar Priambodo (Cab. Lampung), 3. Musthafa Kamal (Cab. Kemayoran), 4. Adi Kusuma Wijaya (Cab. Jakarta), 5. Aris Suwargana (Cab. Bandung), 6. Rubiyanto (Cab. Medan) dan 7. Henry Sabar Parlindungan (Cab. Medan dan Cikini).
Sedangkan untuk saksi Muhammad Saefie Zein tidak hadir dalam persidangan untuk sekian kalinya.
Dalam persidangan saksi fakta, Penasihat Hukum Terdakwa Anton Fajar Alogo Siregar, Zecky Alatas mencecar pertanyaan satu persatu dari beberapa saksi yang dihadirkan oleh Jaksa.
“Mereka semua mengatakan bahwa PT Askrindo premi-nya meningkat, artinya disini Askrindo justru diuntungkan dengan adanya program KPRS FLPP pada tahun 2019 yang di bawahi oleh salah satu direksi ritel Terdakwa Anton Fajar Alogo Siregar, kenaikan premi Askrindo sangat signifikan dari 300 milyar menjadi 660 milyar,” terang Zeky mengutip jawaban para saksi di Persidangan.
Sebelumnya, Jaksa mendakwa kepada tiga direksi PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dalam perkara dugaan korupsi terkait pengeluaran Komisi Agen secara tidak sah pada 2019-2020.
Tiga Direksi BUMN itu adalah Direktur Operasional Ritell PT Askrindo, Anton Fadjar Alogo Siregar, Direktur Pemasaran PT AMU, Wahyu Wisambada dan Direktur SDM PT AMU, Firman Berahima.
Mereka diduga melakukan korupsi bersama-sama dengan Dirut Nyoman Sulendra, Dirut Frederick Tassam, Dirut Dwikora Harjo, dalam kurun waktu 2019-2020.
Jaksa mendakwa mereka telah memperkaya Anton Fadjar senilai US$ 616.000 dan Rp 821 juta, memperkaya Firman Berahima US$ 385.000, dan merugikan negara Rp 604,6 miliar.
Ketiganya didakwa dengan dua Pasal dakwaan.
Pertama, Primair:
Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kedua, Subsidair:
Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.