WARTAHOT – SINGGAHLAH ke Semarang. Ibu kota provinsi Jawa Tengah itu sudah menanti dengan segudang pesona wisata. Salah satu yang memikat adalah wisata cerita masa lalu yang tak akan pernah habis untuk diceritakan.
Terdapat sejumlah gedung warisan sejarah (heritage) yang sangat sayang untuk dilewatkan ketika wisatawan berkunjung ke kota terbesar kelima di Indonesia tersebut. Bangunan-bangunan tua itu tersebar di sejumlah sudut kota, salah satunya adalah Lawang Sewu.
Bangunan Lawang Sewu atau dalam bahasa Indonesia berarti Seribu Pintu menjadi salah satu tempat wisata yang paling terkenal di kota berpenduduk sekitar dua juta jiwa ini. Gedung bersejarah di Indonesia ini dahulunya merupakan kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada 1903, bangunan ini terletak di bundaran Tugu Muda yang dahulu disebut Wilhelminaplein.
Masyarakat setempat menyebutnya Lawang Sewu karena bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak, meskipun kenyataannya, jumlah pintunya tidak mencapai seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela yang tinggi dan lebar, sehingga masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu (lawang).
Bangunan kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia. Selain itu, pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Perhubungan Jawa Tengah. Pada masa perjuangan gedung ini memiliki catatan sejarah tersendiri yaitu ketika berlangsung peristiwa Pertempuran lima hari di Semarang (14 Oktober – 19 Oktober 1945).
Gedung tua ini menjadi lokasi pertempuran yang hebat antara pemuda AMKA atau Angkatan Muda Kereta Api melawan Kempetai dan Kidobutai, Jepang. Karena itu, Pemerintah Kota Semarang dengan Surat Keputusan Wali Kota Nomor. 650/50/1992, memasukan Lawang Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang patut dilindungi.
Saat ini, bangunan tua tersebut telah mengalami tahap konservasi dan revitalisasi yang dilakukan oleh Unit Pelestarian benda dan bangunan bersejarah PT Kereta Api Persero.
Bangunan Lawang Sewu dibangun pada 27 Februari 1904 dengan nama lain Het hoofdkantor van de Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (Kantor Pusat NIS). Awalnya kegiatan administrasi perkantoran dilakukan di Stasiun Semarang Gudang (Samarang NIS), namun dengan berkembangnya jalur jaringan kereta yang sangat pesat, mengakibatkan bertambahnya personil teknis dan tenaga administrasi yang tidak sedikit seiring berkembangnya administrasi perkantoran.
Stasiun Tawang
Peninggalan lain yang masih berdiri kokoh di Semarang adalah stasiun Tawang. Awalnya, ini adalah stasiun perusahaan kereta api Nederlandsch-Indische Spoorweg-Maatschappij (NIS) di Semarang. Stasiun Tawang yang diresmikan pada 1 Juni 1914 menggantikan stasiun NIS yang pertama yang terletak di desa Kemijen berdekatan dengan Pelabuhan Semarang.
Stasiun Tawang pernah dijadikan tempat transit pengungsi yang menuju ke Semarang semasa perang meletus tahun 1949. Sejumlah 794 pengungsi yang berasal dari Yogyakarta tiba di Stasiun Tawang (Semarang) pada 23 Mei 1949. Mereka membawa barang seadanya, contohnya sepeda dan beberapa property lain.
Stasiun Semarang Tawang dirancang oleh Ir. Sloth-Blauwboer, tenaga ahli di NIS. Direksi NIS memberikan arahan kepada Sloth-Blauwboer bahwa, sesuai dengan filosofi perusahaan NIS stasiun baru yang akan dibangun tidak perlu monumental, tapi juga tidak boleh terlihat buruk. Namun penilaian masyarakat ketika itu berbeda. Harian Bataviaasch nieuwsblad terbitan 2 Juni 1914 melaporkan bahwa stasiun itu adalah stasiun terindah di Hindia Belanda.
Stasiun Tawang dirancang khusus untuk melayani angkutan penumpang, sedangkan angkutan barang tetap dilayani stasiun lama di Kemijen. Bangunan Stasiun Tawang membentang sepanjang 175 meter. Ruang utama (main hall) beratap kubah yang lapang mempunyai 20 meter kali 18 meter.
0 comments