Wartahot.com, Hukum – Zecky Alatas selaku kuasa hukum terdakwa Anton Fadjar Alogo Siregar mengatakan dana komisi bisa dipergunakan oleh beberapa cabang PT Askrindo Mitra Utama (AMU) yang diberikan kepada agen untuk digunakan dana kemitraan agen atau perusahaan adalah sah terkait perkara dugaan korupsi pengeluaran Komisi Agen secara tidak sah tahun 2019 – 2020.
“Yang ingin kami klarifikasi sebenarnya bahwa ada dana komisi yang diberikan kepada Agen. Yang namanya komisi itu, artinya kan komisi itu menyelesaikan pekerjaan yang sudah selesai. Artinya komisi tersebut mau digunakan Dana operasional, mau digunakan untuk dana kemitraan agen maupun perusahaan, itukan sah-sah saja,” ucap Zecky di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, (20/6/2022).
Zecky mengatakan bahwa tidak mungkin dana operasional, dana taktis itu ada tanda buktinya. Contohnya, kalau bermain golf, pergi ke karoke, pergi ke tempat hiburan, membeli minuman mahal, ketempat spa, apakah ada bukti struknya dilampirkan ke perusahaan. Hal itu tidak mungkin dilakukan.
“Kan Tidak mungkin, Walapun kan kita tetap positive thinking, seperti itu,” ujarnya.
Menurutnya, dana operasional atau komisi tersebut yang diberikan ke cabang-cabang maupun para Direksi PT AMU adalah hal yang lumrah dan tidak bermasalah sama sekali.
“Salah satu saksi, memang sudah dari dulu sudah menjadi budaya yang mana kalau ada komisi agen tersebut menerima komisi itu sah, tidak ada masalah. Karena untuk kepentingan dan mobilisasi Kemitraan, maintenance untuk menunjang peningkatan premi kedepannya,” tuturnya.
Dengan begitu, tidak ada kerugian PT AMU ketika bergabungnya Anton Fadjar Alogo Siregar sebagai Direktur Operasional Ritell PT Askrindo ketika diluncurkannya program asuransi KPRS FPP.
Hal itu menurut keterangan saksi Novian bahwa ketika bergabungnya saudara Anton Fadjar Alogo Siregar bergabung ke PT AMU tahun 2017, tidak ada kerugian oleh Askrindo.
“Jawaban saudara saksi tersebut adalah menjadi lebih baik dan menguntungkan untuk Askrindo, karena Preminya itu naik 200 kali lipat,” tegasnya.
Untuk diketahui, sidang beragenda pemeriksaan saksi ini digelar di Pengadilan Tipikor, PN Jakarta Pusat. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 3 oran saksi antara lain Ir. Novian Prihantono, Afiat, dan I Nyoman Sulendra.
Dalam kesaksiannya, mereka menjelaskan terkait pengggunaan dana operasional di cabang PT Askrindo seperti di Surabaya dan Bandung. Menurutnya, uang operasional yang dipergunakan PT AMU cabang berasal dari komisi.
Uang komisi itu mereka gunakan untuk gathering, entertainment, dan sponsor. “Ada uang komisi PT AMU untuk kegiatan gathering. Entertainment dan sponsor, uang,” jelasnya
Saksi Afiat mengakui tidak ada ketentuan yang mengatur soal penggunaan dana operasional yang berasal dari komisi tersebut.
Untuk informasi, Jaksa mendakwa kepada tiga direksi PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dalam perkara dugaan korupsi terkait pengeluaran Komisi Agen secara tidak sah pada 2019-2020.
Tiga Direksi BUMN itu adalah Direktur Operasional Ritell PT Askrindo, Anton Fadjar Alogo Siregar, Direktur Pemasaran PT AMU, Wahyu Wisambada dan Direktur SDM PT AMU, Firman Berahima.
Mereka diduga melakukan korupsi bersama-sama dengan Dirut Nyoman Sulendra, Dirut Frederick Tassam, Dirut Dwikora Harjo, dalam kurun waktu 2019 – 2020.
Jaksa mendakwa mereka telah memperkaya Anton Fadjar senilai US$ 616.000 dan Rp 821 juta, memperkaya Firman Berahima US$ 385.000, dan merugikan negara Rp 604,6 miliar.
Ketiganya didakwa dengan dua Pasal dakwaan.
Pertama, Primair:
Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kedua, Subsidair:
Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
0 comments