WARTAHOT – Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) akan melaporkan Fadli Zon ke MKD DPR RI karena menandatangani surat permintaan Ketua DPR Setya Novanto untuk menunda pemeriksaannya.
MAKI melaporkan petinggi Partai Gerindra itu karena diduga melanggar kode etik dengan menulis surat kepada KPK yang berisi permintaan penundaan pemeriksaan Setya Novanto.
“Dugaan pelanggaran adalah menyalahgunakan wewenang, melakukan intervensi proses penegakan hukum. Perbuatan tersebut tidak patut dan merendahkan harkat martabat lembaga DPR,” kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman di Jakarta, Rabu (13/09/2017).
Sebelumnya, Fadli Zon mengakui menandatangani surat yang dikirim untuk menunda pemeriksaan Novanto sampai ada putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diajukan ketua umum Partai Golkar itu. Surat permintan itu diantarkan Kepala Biro Kesekjenan DPR Hani Tahapsari ke kantor KPK, Selasa (12 /9) kemarin.
Kecaman terhadap ulah Novanto
Ketua DPR RI Setya Novanto dikecam sejumlah pihak menyusul permintaannya untuk dibuatkan surat penundaan pemeriksaan dirinya sebagai tersangka kasus e KTP yang merugikan negara Rp2,3 triliun.
“Inilah bentuk salah satu contoh konkret bagaimana Novanto menggunakan dan memanfaatkan jabatan serta pengaruhnya dalam menghadapi kasus yang sebenarnya adalah masalah individunya sendiri, tidak ada kaitannya dengan institusi manapun, termasuk DPR,” kata Ketua Generasi Muda Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia di Jakarta, Rabu (13/9).
Tindakan itu bukan saja tidak menghargai hukum, namun sudah masuk kategori mempermainkan hukum.
“Selama ini mungkin Novanto sudah merasa terbiasa bahwa hukum di Indonesia ini semua bisa diatur dan direkayasa. Dan yang sangat berbahaya adalah bahwa kebiasaannya yang seperti itu saat ini sedang dilembagakan menjadi budaya atau kebiasaan institusi. Publik diajarkan dengan mata telanjang bagaimana hukum bisa dikangkangi dengan ditanggapi biasa saja dan seperti tidak ada yang salah dengan itu semua,” kata dia.
Sementara itu, Sekretaris Fraksi Partai Hanura Dadang Rusdiana mengatakan bahwa surat tersebut bukan pada tempatnya.
“Sekjen DPR tidak bisa buat seperti itu, bukan pada tempatnya. Itu sebagai upaya hukum yang diperbolehkan. Kalau misalkan penasehat hukum Novanto pribadi, bisa saja usulan seperti itu. Kalau lembaga seakan-akan meminta dan melakukan itu. Itu tidak pda tempatnya.”
Senada dengan Dadang, Ketua Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani menyebutkan langkah Sekjen DPR yang mengirim surat kepada KPK tersebut merupakan langkah di luar aturan.
“Surat yang dilayangkan Sekjen DPR kepada KPK menurut saya itu offside. Sekjen telah melakukan tindakan di luar kewenangannya. Sekjen DPR itu mengurusi segala hal yang berkaitan dengan aktivitas ke DPR-an baik dalam konteks ke dalam atau keluar. Sekjen DPR tidak memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan masalah yang berkaitan dengan seseorang akibat dari persoalan yang dihadapi orang itu dengan lembaga lain,” kata Muzani.
Ia mempertanyakan langkah Sekjen DPR RI tersebut saat anggota DPR RI yang lain dijerat KPK.
“Kalau itu dilakukan, kenapa Sekjen DPR tidak menyurat KPK terhadap sejumlah anggota yang diduga ada masalah dengan KPK. Kenapa itu hanya dilakukan kepada satu orang? Tapi yang lain tidak dilakukan? Jadi, menurut saya ini sudah di luar dari konteks tugasnya sebagai Sekjen DPR, ” kata Muzani.
Sebagai informasi, Komisi Pemberantasan Korupsi pada 17 Juni 2017 menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka pada kasus korupsi e-KTP tahun 2011-2012 yang telah merugikan keuangan negara dengan total Rp 2,3 Triliun. Novanto diduga menerima jatah fee sebesar 11 persen dari nilai proyek Rp5,9 triliun.
Novanto diduga memiliki peran dalam pembahasan proyek e-KTP, mulai dari perencanan, pembahasan di DPR hingga proses pengadaan barang jasa. Setnov menjalankan aksinya diduga melalui Andi Agustinus Alias Andi Narogong, yang sudah berstatus terdakwa.
Atas perbuatan tersebut, Setnov dijerat pasal 3 atau pasal 2 ayat 1 UU no 31 th 99 tentang Tipikor sebagaimana diubah UU no 20 th 2002 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUH Pidana.
5 comments